Dari begitu bangun pagi di kamar lantai atas
sampai turun ke lantai bawah, sudah
berapa kali saya mengucapkan terima kasih dan bersyukur? Mungkin sudah lima
kali sampai tujuh kali. Dalam satu hari? Berapa kali saya berterima kasih dan
bersyukur di dalam hati? Bepakali yang saya ucapkan dengan lantang suara dengan
orang lain? Mungkin 50 sampai 100 kali, bisa jadi lebih, karena tidak saya
hitung.
Tidak praktis kedengarannya? Kok ya aneh mengucapkan terima kasih sampai puluhan kali dari satu hari? Bahkan ratusan kali? Jawabannya mudah saja: dengan berterima kasih dan bersyukur, kita selalu mencari sisi positif dari segala sesuatu. Dengan mencari sisi positif, maka diri kita menjadi semakin positif dalam melihat sesuatu. Pasti ada putih setitik di dalam hitam kelam dan ada hitam setitik di dalam putih bersih
Tidak praktis kedengarannya? Kok ya aneh mengucapkan terima kasih sampai puluhan kali dari satu hari? Bahkan ratusan kali? Jawabannya mudah saja: dengan berterima kasih dan bersyukur, kita selalu mencari sisi positif dari segala sesuatu. Dengan mencari sisi positif, maka diri kita menjadi semakin positif dalam melihat sesuatu. Pasti ada putih setitik di dalam hitam kelam dan ada hitam setitik di dalam putih bersih
Dengan
selalu mengingat kelimpahan kita, otak kita mencetak keyakinan (belive) bahwa
memang benar kita hidup dalam kelimpahan. Maka, semua perubuatan kita disadari
oleh keyakinan ini, termasuk persepsi diri kita sebagai personifikasi dari sukses. Lantas, samapai kapan perlu mengucapkan
terima kasih dan bersyukur berpuluh-puluh kali tersebut? Sepanjang hayat.
Ah, tidak praktis, mungkin ada yang berpendapat demikian. Sekali lagi bahwa ini tidak mengajarkan untuk sukses dalam semalam, namun dengan mengubah mindset (pola pikir) maka segala faktor eksternal yang sering menjadi atribut orang sukses akan datang dengan sendirinya bagaikan arus sungai.
Ah, tidak praktis, mungkin ada yang berpendapat demikian. Sekali lagi bahwa ini tidak mengajarkan untuk sukses dalam semalam, namun dengan mengubah mindset (pola pikir) maka segala faktor eksternal yang sering menjadi atribut orang sukses akan datang dengan sendirinya bagaikan arus sungai.
Berterima kasih dan bersyukur toh tidak memerlukan modal uang
maupun sumber daya apapun. Intinya hanya satu, yaitu kemauan yang keras untuk
mengubah diri. Jangan pikirkan “pahala” yang Anda dapat dalam perbuatan ini
dulu. Jangan pula mengharap nasib akan beribah dalam sekejab. Yang jelas,
dengan mengucapkan terima kasih kepada orang lain tanpa ada rasa keterpaksaan
dan rasa canggung saja sudah merupakan jembatan kita ke dalam hati orang itu.
“Terima kasih” tidak akan pernah ditolak oleh orang
lain, malah biasanya disambut dengan senyum lebar dan hati yang sedikit lebih
lembut dari pada sebelumnya. Ini saja sudah merupakan magnit yang bisa membantu
kita semua dalam memproyeksikan diri yang sukses di luar. Jadi, juka ada
keraguraguan dan ke-engganan untuk berterima kasih dan bersyukur dalam skala
dan frekuensi luar biasa , maka sebaiknya Anda urungkan niat Anda untuk menjadi
personifikasi dari sukses itu sendiri. Aammiiin …